Minggu, 05 April 2015

Fungsi Korpri Sebagai Pemersatu Tetap Relevan

 Wakil Presiden Boediono mengatakan, peran sejarah Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) sebagai pemersatu pegawai negeri khususnya, dan pemersatu bangsa Indonesia akan tetap relevan ke depan.
  Demikian dikatakan Boediono ketika membuka Seminar Nasional KORPRI dengan tema Optimalisasi Pelayanan Publik Melalui Reformasi Birokrasi di Jakarta, Kamis (22/7). “Dalam era reformasi ini  ada upaya yang mencoba memecah KORPRI. Dulu, persatuan kita anggap sebagai suatu taken for granted, sesuatu yang sudah ada. Padahal, untuk mewujudkan persatuan merupakan upaya yang sangat susah,” ujarnya.  
  Menurut Wapres, dalam era reformasi ini fungsi KORPRI  perlu diperbaharui. Namun perbaikannya jangan sampai mengorbankan hasil yang telah dicapai, yakni mempersatukan pegawai negeri di Republik Indonesia ini. KORPRI sebagai wadah pegawai harus dijaga, meski anggota mepunyai kebebasan, tetapi harus dalam konteks persatuan dan kesatuan.
  Lebih lanjut dikatakan, dulu ada kritik, karena KORPRI  dimanfaatkan oleh kekuasaan. Kalau sudah jadi kekuatan politik praktis, maka fungsinya bukan lagi sebagai pemersatu. “Seperti halnya TNI, kalau pecah-pecah, yang rugi bangsa Indonesia,” tambah Boediono.
  Dikatakan juga, bahwa reformasi dihadapkan pada beberapa kerawanan, bahkan ancaman. Hal itu bisa timbul karena sistem demokrasi yang tiba-tiba mandek, dan akhirnya gagal, misalnya  seperti kabinet yang jatuh bangun pada orde lama. Dalam situasi seperti itu tak mungkin ada kebijakan yang efektif. Kerawanan juga bisa terjadi kalau ada erosi atau degenerasi, penurunan kualitas sistem demokrasi. Ini bisa terjadi, karena pemegang kekuasaan mencampur adukkan dengan kepentingan privat, yang wujudnya bisa macam-macam.
  Money politic, tambah Wapres, juga  bisa mengakibatkan degenerasi. Karena esensi money poliltic adalah suara rakyat yang bisa dikemas macam-macam. “Kalau suara rakyat dianggap ’suara Tuhan’, kemudian dikemas menjadi komoditi ekonomi, maka sistem demokrasi kita kehilangan landasan,” sergah Boediono.
  Menurut Wapres, hal itu bisa terjadi, karena tidak adanya komitmen mendasar dari elit bangsa ini untuk membuat suatu sistem yang baik. “Tidak banyak yang menyisihkan waktu untuk menata aturan dasar. Ini tugas kita semua, dan bagi yang menyayangi NKRI akan terpanggil,” ucapnya.
  Ditambahkan, degenerasi juga bisa terjadi karena politisasi birokrasi. Kalau birokrasi sudah masuk dalam ranah politik praktis, maka kualitas  kebijakan publik maupun  pelayanan publik  jangan diharapkan optimal, karena sudah terpecah, melenceng,  bukan lagi untuk melayani rakyat.
  Sebagai pemersatu, KORPRI telah membentengi birokrasi untuk tidak berpolitik praktis. Karena itu, Wapres minta agar peran KORPRI direvitalisasi. “Pikirkan kembali fungsi utama itu,” ujarnya.
  Terkait dengan reformasi  birokrasi, Wapres mengatakan bahwa semangatnnya adalah melakukan perubahan secara terkoordinasi, tidak dilepas seperti revolusi, dan harus melakukan sesuatu yang terprogram. (HUMAS MENPAN-RB)
      Sumber : http://www.menpan.go.id/berita-terkini/226-wapres-fungsi-korpri-sebagai-pemersatu-tetap-relevan

KORPRI Harus Tunjukkan Perannya Sesuai Perkembangan Jaman

Menpan dan Reformasi Birokrasi, E.E. Mangindaan selaku Penasehat Nasional Harian KORPRI mengingatkan, agar anggota KORPRI sebagai aparatur negara  harus tetap meningkatkan perannya, sebagai abdi negara, abdi masyarakat, dan abdi pemerintah.
”KORPRI harus selalu menunjukkan peran dan tanggung jawab sesuai perkembangan jaman guna mengarahkan anggotanya dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan melayani masyarakat dalam berbagai bidang,” ujar Menteri dalam sambutannya pada acara pengukuhan Dewan Pengurus Nasional (DPN) KORPRI di Jakarta.
Lebih lanjut dikatakan, KORPRI sebagai organisasi yang mandiri dan profesional, yang kedudukan dan kegiatannya tidak terlepas dari kedinasan, harus senantiasa bergerak bersama komponen bangsa lainnya untuk secara konsisten memperjuangkan cita-cita bangsa.
Era reformasi, lanjut Mangindaan, telah mengembalikan peran utama birokrasi sebagai komponen utama pengelola pemerintahan, di mana birokrasi tidak lagi terlibat dalam kegiatan-kegiatan politik praktis. Untuk itu, transformasi budaya paradigma baru menjadi penting, agar pegawai negeri sipil dapat semakin efektif dan profesional dalam menjaga dan menegakkan kedaulatan NKRI. ”Karena itu reformasi birokrasi tidak boleh terhenti, tetapi harus dilanjutkan. Dukungan dan pengertian semua pihak tetap diperlukan, agar reformasi birokrasi dapat mencapai tujuan sebagaimana kita kehendaki bersama,” ujarnya.
Dikatakan juga bahwa harapan rakyat sangat tinggi kepada pemerintah. Karena itu, jangan kecewakan. ”Marilah  kita berbuat sekuat tenaga, bekerja segiat mungkin, berihktiar dengan penuh disiplin, dengan penuh tanggung jawab dan semangat untuk berbuat terbaik,” tandasnya.
Dalam acara yang dihadiri oleh Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar itu, Menpan dan Reformasi Birokrasi juga mengingatkan bahwa DPN KORPRI periode 2009 – 2014 ini memiliki sejumlah PR. Antara lain belum terealisasinya batas usia pensiun PNS 56 tahun menjadi 58 tahun, belum dibayarkannya tunjangan jabatan struktural pada beberapa sekretariat Unit Nasional KORPRI atau sekretariat DPN KORPRI Kementerian/LPNK sebagai tindak lanjut Permenpan No. 13/2008, dan belum dibayarnya iuran pensiun. PR lainnya adalah pengembalian asset KORPRI yang masih dikuasai Yayasan KORPRI. (HUMAS MENPAN-RB)
Sumber : http://www.menpan.go.id/pengawasan-dan-akuntabilitas/tingkat-penilaian-akip-rating