JAKARTA, PESATNEWS - Pengesahan UU Desa
oleh Paripurna DPR RI pada Rabu (18/12/2013), dapat dimaknai sebagai
perkuatan Hari Ibu pada 22 Desember 2013 mendatang, mengingat bahwa
sesungguhnya Desa itu Ibu Negeri Gotong Royong dan Musyawarah Mufakat
karena pedesaan adalah locus operandi awalan daripada praktek gotong
royong dan musyawarah mufakat dikiprahkan.
Demikian penilaian Ketua Dewan Pakar PKP Indonesia Dr Ir Pandji R Hadinoto SH MH MSi yang juga Caleg DPR RI dari PKPI Dapil DKI Jakarta II dalam pernyataan persnya, Rabu (18/12).
“Lanjutan daripada suasana lahir batin kegotongroyongan penuh kemusyawaratan kemufakatan ini adalah akses kemudahan bagi pembentukan badan-badan usaha milik desa (Pasal 54.2e dan Bab X) termasuk koperasi desa, yang dalam kepentingan kekhususan dapat dikembangkan juga badan-badan usaha masyarakat desa adat (BUMDA) guna melestarikan keberadaan budaya-budaya kearifan lokal lembaga-lembaga keadatan Nusantara,” tambahnya.
Suasana lahir batin kekerabatan ini, menurut Pandji, juga dapat mempermudah kehadiran Garis2 Besar Haluan Desa induk daripada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (Pasal 79). GBHD ini strategik karena periode kepemimpinan Kepala Desa dapat mencapai 18 tahun (Pasal 39). Keberadaan GBHD2 ini dapat terakumulasi mendasari GBHN secara bottom up, berbeda dengan GBHN yang dikenali pada era pra Konstitusi Reformasi yang direkayasa top down.
“Dengan demikian peran satuan2 Desa menjadi basis pembangunan nasional yang nyata dapat menjadi modus operandi strategik alternatif. Dalam pengertian ini memang sebaiknya wawasan pembangunan komprehensif menyertai kepemimpinan Kepala Desa,” tandasnya.
Dalam konteks inilah, kata dia, peningkatan-peningkatan gelaran Politik Kebijakan Publik Indonesia ditingkat Desa adalah strategik dilakukan secara berkelanjutan demi harmonisasi penuh keteraturan bagi kiprah gotong royong dan musyawarah mufakat sebagai jati diri kearifan lokal Nusantara unggulan demi fundamental kepentingan umum (pro bonum publicum).
Sebelumnya, Undang-Undang (UU) Desa telah disahkan pada Rabu (18/12) dalam Rapat Paripurna DPR RI. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, saat ini Indonesia memiliki 72.944 desa.
Ketua Komisi II DPR Agun Gunandjar Sudarsa menjelaskan, desa sangat penting sebagai basis pembangunan. Karena itu, RUU Desa itu diprioritaskan karena akan berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.
Menurut Agun, dengan disahkannya UU tersebut, maka masyarakat desa akan menjadi semakin produktif. Sebab, mereka bisa membangun desanya sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki. Titik berat pada pembangunan dari desa, lanjutnya, ke depan akan berdampak pada pengurangan angka urbanisasi.
"Pembangunan dari desa merupakan upaya peningkatan kapasitas perekonomian, SDM sekaligus pemerataan hasil-hasil pembangunan. Lahirnya UU ini diharapkan ketimpangan antara kota dan desa bisa semakin mengecil,” tuturnya.
Dalam implementasinya, jelas Agun, anggaran akan ditransfer langsung dari APBN ke desa. Tidak lagi melalui kementerian/lembaga. “Transfer dana dari APBN langsung ke kas desa akan sangat penting mengingat dana alokasi umum dan dana alokasi khusus tidak mampu menjangkau pembangunan di pedesaan dan daerah pelosok. Akibatnya infrastruktur di desa masih sangat tertinggal, sehingga daya saing desa masih rendah,” tandasnya. [*]
Demikian penilaian Ketua Dewan Pakar PKP Indonesia Dr Ir Pandji R Hadinoto SH MH MSi yang juga Caleg DPR RI dari PKPI Dapil DKI Jakarta II dalam pernyataan persnya, Rabu (18/12).
“Lanjutan daripada suasana lahir batin kegotongroyongan penuh kemusyawaratan kemufakatan ini adalah akses kemudahan bagi pembentukan badan-badan usaha milik desa (Pasal 54.2e dan Bab X) termasuk koperasi desa, yang dalam kepentingan kekhususan dapat dikembangkan juga badan-badan usaha masyarakat desa adat (BUMDA) guna melestarikan keberadaan budaya-budaya kearifan lokal lembaga-lembaga keadatan Nusantara,” tambahnya.
Suasana lahir batin kekerabatan ini, menurut Pandji, juga dapat mempermudah kehadiran Garis2 Besar Haluan Desa induk daripada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (Pasal 79). GBHD ini strategik karena periode kepemimpinan Kepala Desa dapat mencapai 18 tahun (Pasal 39). Keberadaan GBHD2 ini dapat terakumulasi mendasari GBHN secara bottom up, berbeda dengan GBHN yang dikenali pada era pra Konstitusi Reformasi yang direkayasa top down.
“Dengan demikian peran satuan2 Desa menjadi basis pembangunan nasional yang nyata dapat menjadi modus operandi strategik alternatif. Dalam pengertian ini memang sebaiknya wawasan pembangunan komprehensif menyertai kepemimpinan Kepala Desa,” tandasnya.
Dalam konteks inilah, kata dia, peningkatan-peningkatan gelaran Politik Kebijakan Publik Indonesia ditingkat Desa adalah strategik dilakukan secara berkelanjutan demi harmonisasi penuh keteraturan bagi kiprah gotong royong dan musyawarah mufakat sebagai jati diri kearifan lokal Nusantara unggulan demi fundamental kepentingan umum (pro bonum publicum).
Sebelumnya, Undang-Undang (UU) Desa telah disahkan pada Rabu (18/12) dalam Rapat Paripurna DPR RI. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, saat ini Indonesia memiliki 72.944 desa.
Ketua Komisi II DPR Agun Gunandjar Sudarsa menjelaskan, desa sangat penting sebagai basis pembangunan. Karena itu, RUU Desa itu diprioritaskan karena akan berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.
Menurut Agun, dengan disahkannya UU tersebut, maka masyarakat desa akan menjadi semakin produktif. Sebab, mereka bisa membangun desanya sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki. Titik berat pada pembangunan dari desa, lanjutnya, ke depan akan berdampak pada pengurangan angka urbanisasi.
"Pembangunan dari desa merupakan upaya peningkatan kapasitas perekonomian, SDM sekaligus pemerataan hasil-hasil pembangunan. Lahirnya UU ini diharapkan ketimpangan antara kota dan desa bisa semakin mengecil,” tuturnya.
Dalam implementasinya, jelas Agun, anggaran akan ditransfer langsung dari APBN ke desa. Tidak lagi melalui kementerian/lembaga. “Transfer dana dari APBN langsung ke kas desa akan sangat penting mengingat dana alokasi umum dan dana alokasi khusus tidak mampu menjangkau pembangunan di pedesaan dan daerah pelosok. Akibatnya infrastruktur di desa masih sangat tertinggal, sehingga daya saing desa masih rendah,” tandasnya. [*]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar