“Memang PNS menjadi sorotan utama karena mesin penyelengaraan sistem negara Indonesia cuman perhatian kepada mereka kurang serius karena setiap pergantian pimpinan yang pada dasarnya pimpinan mereka adalah dari partai politik, mereka menjadi semacam alat pengesahan legalitas politik,” kata Adrian Saptawan dalam perbincangan bersama Radio Republik Indonesia, Senin (1/12/2014).
Semasa zaman orde baru dibawah kendali Soeharto, PNS menjadi mesin utama dari kebijakan politik pemerintah Orba sehingga masyarakat banyak yang mengeluhkan profesionalitas dan integritas PNS. Kemudian tahun 1999 yang merupakan era reformasi, PNS tidak menjadi bagian dari reformasi dan kondisnya semakin parah dibandingkan dengan era Orba.
Tarik ulur PNS untuk kepentingan PNS semakin kentara. Misal di UU Nomor 43 Tahun 1999, di sebutkan di era otonomi daerah, pemda berhak untuk mengatur pegawainya sehingga sumpah Korpri yang bersedia ditempatkan dimana saja tidak berlaku.
“Pada pelaksanaannya terjadi ketidak adilan, pengembangan karir terhambat karena tergantung kebijakan politik”.
Belum lagi tunjangan antar PNS di masing-masing daerah tidak sama. Oleh karena itu, dia mendukung revolusi mental yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo namun revolusi tidak hanya dari luar namun juga dalam yakni aturan seperti UU Nomor 43 Tahun 1999. Terkait dengan Korpri, seharusnya organisasi itu keluar dari struktur pemerintahan, ibarat di swasta, Korpri seperti serikat pekerja.
“Korpri adalah koprs satu-satunya yang di luar kedinasan. Dengan struktur pemerintahan di beri esselon dan itu menyalahi aturan. Seharusnya mereka berdiri sendiri,” ujarnya. (Sgd/DS)
Semasa zaman orde baru dibawah kendali Soeharto, PNS menjadi mesin utama dari kebijakan politik pemerintah Orba sehingga masyarakat banyak yang mengeluhkan profesionalitas dan integritas PNS. Kemudian tahun 1999 yang merupakan era reformasi, PNS tidak menjadi bagian dari reformasi dan kondisnya semakin parah dibandingkan dengan era Orba.
Tarik ulur PNS untuk kepentingan PNS semakin kentara. Misal di UU Nomor 43 Tahun 1999, di sebutkan di era otonomi daerah, pemda berhak untuk mengatur pegawainya sehingga sumpah Korpri yang bersedia ditempatkan dimana saja tidak berlaku.
“Pada pelaksanaannya terjadi ketidak adilan, pengembangan karir terhambat karena tergantung kebijakan politik”.
Belum lagi tunjangan antar PNS di masing-masing daerah tidak sama. Oleh karena itu, dia mendukung revolusi mental yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo namun revolusi tidak hanya dari luar namun juga dalam yakni aturan seperti UU Nomor 43 Tahun 1999. Terkait dengan Korpri, seharusnya organisasi itu keluar dari struktur pemerintahan, ibarat di swasta, Korpri seperti serikat pekerja.
“Korpri adalah koprs satu-satunya yang di luar kedinasan. Dengan struktur pemerintahan di beri esselon dan itu menyalahi aturan. Seharusnya mereka berdiri sendiri,” ujarnya. (Sgd/DS)
Sumber : http://www.rri.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar